Si Pendamba
Sertifikat atau Si Spesialis Antologi?
Sejak kecil, jujur, aku suka sekali mengarang
juga menulis buku harian. Segala kejadian setiap hari ditulis. Entah itu
senang, sedih maupun kekesalan. Dengan bermodal buku diary kecil yang ada
gemboknya itu, dengan sebuah bollpoint melekat denganku. Masih ingat warna bukunya itu kuning
muda bergambar boneka dipenuhi love. Ukurannya kecil, lantas mudah untuk kubawa
kemana-mana. Meski demikian, waktu itu tidak pernah sedikit pun terbesit
cita-cita dan keinginan menjadi penulis. Hanya saja dengan menulis aku mendapati
kesenangan.
Dari kesenangan
yang bahkan tidak disadari itu, ketika duduk di bangku SD
(Sekolah Dasar), para guru memberikan
kepercayaan dengan menunjukku untuk mewakili sekolah dalam perlombaan sinopsis
antar SD se-kecamatan. Bahkan pada saat itu aku tidak mengerti apa itu
sinopsis? Bagaimana cara membuatnya? Dan yang lebih parah aku sama sekali tidak
bertanya. Alhasil, lomba hanya sekadar lomba. Tanpa persiapan, juara pun tak
didapat.
Lama
sudah dari saat itu aku tidak pernah menengok buku serta bolpoint. Semuanya
tergantikan oleh gadget. Tapi justru
dari gadget inilah aku terjerumus ke
dalam dunia literasi. Awal mulanya seorang sahabat menambahkanku ke dalam
sebuah komunitas grup facebook yang
saat itu masih sedikit penghuni yang notabene penulis-penulis hebat. Kalian
tahu novelis best seller yang
karyanya banyak filmkan itu? Ya ..., suami dari Bunda Asma Nadia, Pak Isa
Alamsyah sebagai pengurus grup tersebut membuat aku semakin melekat dengan dunia
menulis. Berawal dari event yang diadakan beliau di grup, aku mulai belajar.
Saat itu semangat karena lihat reward-nya,
hingga tak memperhatikan tulisanku yang begitu buruk.
Pernah
suatau ketika aku memposting tulisan. Satu, dua orang mulai mengomentari.
Bahkan ada dari mereka yang tak segan bersikap keras. Sedih kala itu, “Mau jadi
penulis kok gini-gini amat sih?” batinku. Maka sejak itu aku mencoba berfikir
ulang. Sungguh-sungguh kah menulis? Betulkah bahwa menulis adalah cita-cita?
Masih saat itu aku mengikuti event-event di dalamnya. Masih dengan beberapa
komentar yang sama. Meski ada dari mereka yang berkomentar pedas, tapi tak
sedikit pula dari mereka yang lembut dan ramah ketika kutanyai. Bersyukur kala
itu, komentar pedas tak lagi jadi masalah. Aku justru sangat senang jika mereka
berkomentar, berarti mereka membaca tulisanku. Bukan begitu? Nah, dari sana lah
aku banyak mendapat ilmu kepenulisan. Ajaib, semakin hari tulisanku semakin
teratur. Sejak saat itu aku yakin dan meyakinkan diri sendiri dengan tulisan
yang masih ‘mentah’ untuk serius menjadi penulis.
Sudah
cukup lama bergabung di grup, yang sudah di anggap rumah itu, tapi aku masih
belum mempunyai teman. Mulai beberapa orang di grup aku tambahkan sebagai
teman. Mencoba mengakrabkan diri dengan beberapa orang. Berharap untuk mendapat
banyak ilmu dari mereka. Tapi dalam kenyataannya membangun sebuah jembatan
pertemanan saja sangat sulit luar biasa. Sering, bahkan tak terhitung lagi
seberapa seringnya aku dihiraukan, tak dianggap. Sedang kuperhatikan mereka
sudah saling akrab satu sama lain. Apa mungkin karena mereka berasal dari
daerah yang sama? Karana aku berfikir demikian, maka mulai lah aku berburu
teman maya yang lain. Kucari dari mereka yang sedaerah. Mencoba bersalam sapa,
tapi tetap masih saja aku mendapat penolakan. Apa mungkin karena aku ini newbie? Sempat putus asa karena tidak
punya teman, mulai frustasi dan berfikir ulang untuk jadi seorang penulis. Atau
mungkin kebanyakan dari sifat penulis itu ya demikian? Entahlah. Saat itu aku
masih berusaha belajar, meski tak diacuhkan. Aku sering men-tag dan bersikap “sok kenal sok deket.”
kepada teman-teman untuk mengkritik tulisanku. Alhamdulillah, ada sebagian yang
masih peduli.
Mencoba
introspeksi diri. Mungkin karena aku bukan seseorang yang asyik sehingga mereka
malas chatingan denganku? Ah ..., apa mungkin aku terlalu kaku?
Beribu-ribu pertanyaan mulai kupecahkan satu persatu. Hingga semakin hari aku
mendapat teman baru, dan memahami karakter masing-masing dari mereka. Memang
benar, kebanyakan dari mereka adalah berkarakter pendiam dan bicara seperlunya.
Lebihnya mereka tunjukkan dari kualiatas tulisan. Keren!!! Aku menikmati
semuanya dengan tetap berfikir positif.
Sering
bergaul dengan penulis, kubuka tulisan dulu sebelum aku tergabung dengan grup
tersebut. Tulisan yang tak jelas, typo
dimana-mana, EYD yang tak beraturan (meski untuk masalah EYD sampai sekarang
pun masih sering melakukan kesalahan, tapi kini lebih baik dari sebelumnya),
juga penulisan kapital. Semuanya berbeda. Aku bahkan tak percaya dan cekikikan
sendiri melihat tulisanku dulu. Alhamdulillah, diberi kesempatan untuk lebih
baik.
Setelah
mempunya banyak teman yang berawal dari grup itu pula aku mulai mengenal
penerbit, juga orang-orang yang bekerja di penerbitan. Dan yang membuat begitu
semangat adalah event menulis yang diadakan banyak penerbit. Setelah banyak
penerbit yang aku add, juga info
event yang aku temui di setap wall
penerbit juga penulis-penulis lain yang bahkan telah mempunyai buku sendiri,
aku mulai mengikutinya satu per satu. Dalam seminggu bahkan aku mampu
menyelesaikan 3 naskah cerpen (kalau dulu sih satu naskah pun nggak) dan
mengirimkannya via email. Ada kepuasan serta semangat lain ketika aku melihat
namaku ada di barisan kontributor yang karyanya lolos untuk dibukukan dalam
antologi. Apalagi setelahnya, aku mendapat e-sertifikat dan melihat namaku
tertulis di sana. Ya, walaupun sampai saat ini belum pernah menyabet juara tapi
cukup bersyukur masih menjadi kontributornya juga. Semakin senang, bahagia,
terharu. Semuanya tercampur menjadi satu.
Namun,
banyak mengikuti event, banyak pula aku mendapat kecewa karena beberapa event
yang nggak jelas kabar beritanya. Jujur, untuk satu naskah cerpen atau puisi
aku bahkan tak jarang menghabiskan berminggu-minggu untu menyelesaikannya. Kadang
nulis nunggu mood baik. Kalau nggak,
ya lama nyari idenya. Ngenes iya. Aku kirim naskah, tapi perlombaannya malah
nggak jelas. Ya, tapi aku bisa apa? Cuman sabar, dan terus semangat untuk terus
berkarya.
Karena
iming-iming sertifikat yang akan didapat, aku malah menjadi pemilih. Jika ada
sertifikatnya, aku baru ikut eventnya. Rada malu sih ketika baca postingan
seseorang, tentang apa pentingnya e-sertifikat. Bagiku sih itu adalah bagian
dari pendobrak semangat. Terserah apa omongan orang lain. Tapi sebenarnya malu,
merasa tersindir.
Apakah
aku kini seorang penulis? Hihi ... J. Namaku kini ada di beberapa buku yang
telah aku ikuti event membuat buku antologi. Bahkan dengan bangga dan girang
aku menunjukkan buku itu kepada kedua orang tua. Dan bahagianya adalah mata yang
berkaca-kaca kudapati dikedua mata Ibu tercinta seraya berkata, “Alhamdulillah.
Semoga mimpimu menjadi penulis bisa kesampaian.” Bagiku doa Ibu itu adalah
semangat baruku. Bukan lagi masalah sertifikat. Sekarang lebih berfokus kepada
kualitas tulisan yang aku hasilkan.
Kini
mungkin kalau tidak salah menghitung, ada lebih dari 5 buku antologi yang
karyaku ada di dalamnya. Sebagian aku beli, tapi kebanyakan nggak. Karena
banyaknya kebutuhan lain yang mesti didahulukan.
Karena
sekarang aku banyak bergabung dengan grup dan komunitas menulis lainnya, semua
notifikasi HP-ku melulu soal dunia literasi. Mengikuti kelas menulis online,
diskusi kepenulisan dan masih dengan event-event yang lainnya. Jujur sekarang
aku jarang mempunyai waktu untuk menulis. Berawal dari HP yang rusak hingga
semua data serta tulisanku hilang. Mulai kehilangan semangat. Ditambah waktu
yang aku punya. Sebetulnya kegiatan aku hanya sedikit. Tapi pekerjaanku menyita
banyak waktu. Sebagai buruh pabrik, aku juga harus berkonsentrasi dan memikirkan
kuliahku. Dan sebagai seorang pelajar dan manusia yang mempunyai cita-cita, aku
harus banyak belajar dan menulis. Karena impian bukan sekadar keluar dari
ucapan. Harus ada usaha untuk meraihnya.
Resolusi
di tahun depan adalah aku ingin menjadi penulis sungguhan. Aku ingin mempunyai
buku solo, yang mana tulisanku dapat dibaca, dinikmati dan juga menginspirasi
banyak orang yang membacanya.
Berdoa
dan berusaha, semoga semua cita-cita bisa tercapai dan impian bisa segera
kuwujudkan. Aamiin.
Salah satu buku antologiku yang bertemakan Romantic Story. |